August 16, 2021 | Useful Tips
Ada 845.000 kasus aktif Tuberkulosis atau TBC dengan 98.000 kematian setiap tahunnya.
Namun dibalik angka kematian yang begitu tinggi, ada beberapa kisah perjuangan dari penyintas TBC yang perlu kita dengar agar kita paham betapa pentingnya untuk mengedukasi masyarakat tentang penyakit menular Tuberkulosis & Tuberkulosis Resisten Obat di Indonesia.
"Perkenalkan, nama saya Tamia. Pertama kali saya kena TBC kategori 1 di tahun 2009/2010 dan menjalani pengobatan selama 6 bulan saya dinyatakan sembuh. Namun 5 tahun setelah dinyatakan sembuh, saya kembali terkena TBC Resisten Obat."
Inilah salah satu kisah penyintas TBC bernama Kak Tamia, seorang istri serta ibu dari dua anak yang sangat tangguh menghadapi TBC & TBC RO selama dua tahun hidupnya. Kak Tamia pertama kali didiagnosa terkena TBC kategori 1 sekitar tahun 2009/2010 dan dinyatakan sembuh setelah menjalani pengobatan selama 6 bulan.
Namun 5 tahun setelah dinyatakan sembuh, kak Tamia kembali mengalami salah satu gejala TBC, yakni batuk terus-menerus. Gejala yang cukup mengganggu ini membuat kak Tamia memeriksakan dirinya ke RSPG, dan hasil pengecekan menunjukkan bahwa kak Tamia kembali terkena TBC, bahkan menjadi TBC Resisten Obat meskipun ia sudah menjalani pengobatan dengan sebaik-baiknya.
"Disitu pikiran saya campur aduk kemana-mana. Tetapi saya coba jalani saja, karena saya harus berobat dan harus sembuh. Saya punya anak dan suami, gimana kalo misal nggak berobat dan umur nggak panjang, anak saya siapa yang ngurus?"
Setelah dinyatakan terkena TBC untuk kedua kalinya, Kak Tamia tidak patah semangat dan dengan setia menjalankan pengobatannya, meskipun efek samping dari pengobatan TBC membuat Kak Tamia merasa sakit pada sendi-sendinya serta membuat tubuhnya menjadi lebih lemah.
Selama menjalani masa pengobatan, kak Tamia tetap menjalankan pekerjaan rumah tangganya dengan penuh semangat sekalipun tidak ada keluarga atau saudara lain yang membantunya. Rasa semangat yang muncul di hati Kak Tamia dikarenakan kehadiran suami dan anak-anaknya yang senantiasa mendukung Kak Tamia untuk sembuh.
Salah satu kesulitan dari mengidap TBC Resisten Obat adalah menanggung rasa sakit dari efek samping obat hanya untuk menerima kenyataan bahwa penyakit yang diidap sudah resisten terhadap obat yang diminum. Itulah kesulitan yang dialami oleh Kak Tamia.
Setelah 3-4 bulan menjalani pengobatan, Kak Tamia dinyatakan resisten terhadap obat yang diminum. Berbagai pengobatan lain pun dilakukan hingga ia mengalami penurunan berat badan dan rambut rontok yang cukup parah. Namun semangat Kak Tamia tetap tidak berubah.
"Saya setiap hari ambil obat dan suntik ke RSPG selama 9 bulan, dan selama 2 tahun ambil obat setiap hari ke RSPG. Dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan saya coba berjuang. Apapun yang terjadi, kendala apapun, saya harus ambil obat dan harus minum obat setiap hari, karena saya pengen sembuh."
Demikian pernyataan Kak Tamia mengenai perjuangannya menghadapi TBC seorang diri meskipun ia tetap harus menjalankan tugasnya sebagai istri dan ibu dari dua anak. Kegigihannya untuk sembuh membuat Kak Tamia ikhlas dalam menghadapi segala rintangannya hingga akhirnya ia dinyatakan sembuh setelah dua tahun berjuang.
Saat ini Kak Tamia sudah sehat dan ia sangat senang dengan berat badannya yang kembali bertambah menjadi 58 kg dari yang sebelumnya hanya 39 kg. Setelah kesembuhannya itu, Kak Tamia bergabung di Yayasan Terus Berjuang (TERJANG), yang beranggotakan teman-teman penyintas TBC & TBC RO.
Kak Tamia menerima berbagai pengetahuan tentang penyakit TBC dan mendukung teman-teman atau pasien yang masih berjuang dalam proses pengobatan TBC & TBC RO agar tetap semangat untuk sembuh.
Mari kita sama-sama bantu Kak Tamia untuk mendukung teman-teman TOSSTBC untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan tuntas, serta tetap semangat dalam menghadapi rintangan.
Segera daftarkan diri kamu di TOSS TBC VIRTUAL RUN & RIDE 2021 untuk mendukung Kak Tamia dan teman-teman yang masih berjuang melawan TBC & TBC RO DISINI